Monday, April 16, 2007

Apa kata dunia?

Nagabonar jadi 2, judulnya pasti dah gak asing lagi buat kita2, selain Nagabonar sendiri, yang entah kenapa gw gak ngarti, sangat terkenal di masyarakat kita, ini merupakan kelanjutan cerita sang Naga.

Ceritanya sih tentang si Nagabonar yang datang ke Jakarta karena anaknya si Bonaga yang seorang pengusaha sukses mengundangnya ke sana. Sampe sono ternyata si Bonaga hendak membangun resort di kebun sawit mereka yang disana terdapat kuburan ibunya, neneknya dan pamannya.

Well, enough about the storyline, coz dari yang sedikit saja diatas kita dah tahu kalau klimaksnya bagaimana dan endingnya seperti apa. Yang menarik di film ini sebenarnya ada ironi-ironi kehidupan yang sehari-hari ada di sekitar kita dan bahkan kita lakukan. Film ini juga tidak berusaha mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi kita akan dihadapkan pada situasi yang hampir semua orang pernah mengalaminya.

First thing first. Pesan yang tergambar secara gamblang dari awal sampai akhir film adalah keberadaan orang tua, entah itu bapak atau ibu, nenek atau kakek, yang jelas adalah perbedaan kehidupan, cara berpikir, dan nilai-nilai yang dianut antara 2 generasi yang berbeda. Inti ceritanya juga menggambarkan bagaimana kaum muda sukses saat ini sudah hampir kehilangan nasionalisme dan kepedulian pada keluarga dan leluhurnya. Film ini juga menggambarkan bagaimana orang-orang tua kita yang masih hidup di zaman kita berusaha memahami kondisi zaman sekarang dan berusaha memahami anak-anak mereka yang sebenarnya sudah nyaris tidak mereka kenali dan nyaris tidak mengenali mereka. Ketika mereka merasa gagal, demi anak-anaknya mereka akan berkata "Salah ku lah masih hidup di zaman mu, zaman yang tidak pernah bisa aku pahami sekeras apa pun aku berusaha."

Second to fall. Ironi - Kalau kita perhatikan, banyak sekali ironi-ironi yang hendak disampaikan melalui film ini, bukan untuk menggurui, tetapi cukup sebagai bahan renungan kita untuk memperbaiki diri, dan tetap disampaikan dengan ringan dan mengalir begitu saja.

Ketika Bonaga sedang berdiskusi dengan Monita untuk merayu Nagabonar, temannya datang untuk menunjukkan surat pajak yang sudah di mark up olehnya. Nama tokohnya kalo gak salah sih Jaki. Nah gak benerkan? masa pajak di mark up, ironinya, si Jaki ini adalah yang paling agamis di antara Bonaga dan teman2nya, paling rajin sholat. Next scene nya, pas Bonaga, Nagabonar dan kawan2nya sedang dugem, si Jaki datang dan mengatakan bahwa dia baru selesai sholat. Habis sholat langsung dugem.

Another ironi yang sebenarnya sangat fatal, adalah ketika si Nagaonar, yang nota bene sudah sangat berumur, ternyata tidak bisa mengaji, karena dari kecil dia selalu kabur ketika disuruh mengaji oleh maknya.

Nagabonar bertemu dengan teman seperjuangannya dulu, sesama copet yang pergi ke medan perang. Dan temannya itu sekarang menjadi staff ahli seorang menteri, padahal menurut Nagabonar temannya itu tidak memiliki keahlian apapun kecuali mencopet, maka apa jadinya kalau semua petinggi di negeri ini tidak memiliki keahlian?

Yang paling tidak terlupakan adalah ketika Nagabonar pergi ke jalan Sudirman bersama supir bajaj untuk melihat patung Sudirman. Nagabonar melihat Sudirman dalam posisi hormat, kemudian dia bingung apa yang sebetulnya dihormati sang patung? Apakah mobil-mobil beroda 4 itu?

Ada adegan kocak dimana bajaj yang dinaiki Nagabonar hendak melintas sebuah jalan untuk kemudian berhentikan seorang polisi, dialog-dialog yang diucapkan sangat bagus dan membuat kita berpikir bahwa Jakarta adalah tempat orang-orang kaya, bahwa pejabat-pejabat kita lebih mementingkan kepentingan segelintir pemegang modal dibanding kepentingan rakyat kecil yang tak terhitung jumlahnya.

Fourth entry, Lesson for all of us. Dilema yang dihadapi oleh kedua tokoh kita ini menggambarkan keadaan sehari-hari kehidupan orang muda di Indonesia, dan bagaimana masalah-masalah tersebut sebetulnya bisa diselesaikan andai saja yang satu dengan yang lain bisa duduk bersama mencari solusi yang terbaik.

Nagabonar sendiri akhirnya sadar, bahwa ibunya, istrinya, dan keponakannya telah lama meninggal dan kuburannya sudah tidak lebih dari tumpukan tanah. Sadis memang terdengarnya, tapi itulah faktanya, dan Islam sebetulnya memiliki jawaban untuk masalah ini.

Adapun si Bonaga akhirnya sadar, bahwa cinta memang harus diucapkan untuk disampaikan dan keluarga lebih penting dari segalanya.

five to improve, Dari semuanya, film ini tergolong bagus dan menghibur, tetapi ada beberapa kekurangan yang sangat mencolok. Semua adegan dan semua dialog tidak memiliki kekuatan. Semua terasa mengambang dan tidak berbekas di akhir. Kekonyolan-kekonyolan seharusnya bisa dibikin lebih luwes dan lebih konyol lagi. Kalau disini kelihatannya terlalu dibuat-buat yang akhirnya tidak lucu. Dialog-dialognya juga kurang jelas, selama menonton, sering gw harus mereka-reka apa yang sebenarnya diucapkan oleh sang tokoh, sebelum akhirnya bisa memutuskan mau tertawa atau malah merengut bingung.

-quallesqy-

No comments: